Resume

RESUME MARTABAT IBU PERTIWI DI SELAT MALAKA

Buku ini adalah sebuah buku yang bertujuan memberikan penjelasan tentang segala seuastu terkait FIR atau Flight Information Region. Sebuah terminology dalam bidang International Aviation yang belakangan ini muncul ke permukaan dengan penafsiran yang bermacam-macam, khususnya tentang FIR Singapore.

FIR adalah wilayah ruang udara tertentu yang menyediakan layanan informasi penerbangan dan layanan peringatan.

FIR Singapore yang bsebagian besar wilayahnnya adalah  terdiri dari wilayah udara kedaulatan NKRI sudah sejak tahun 1946 didelegasikan wewenang pengelolahnya kepada Singapura. Hingga saat ini Kondisinya masih belum juga berubah ICAO mengamanatkan kepada setiap pemerintahan negara anggotanya untuk menunjuk satu institusi resmi mewakili pemerintah yang berperan sebagai National Civil Aiation Authority atau Ororitas Penerbangan Sipil Nasional.

Buku ini menjelaskan pentingnya meningkatkan kemampuan pengelolaan wilayah udara kedaulatan NKRI, meliputi pembenahan persoalan FIR Natuna, masalah ruang udara dan angkasa, ancaman udara dan critical border, kontroversi Singapura dan sikap rendah diri bangsa Indonesia, dan Upaya pengambilalihan pengelola FIR Natuna.

Juga menjelaskan tentang hak milik wilayah udara yang disebutkan di buku ini tentang masalah wilayah udara. Disebutkan dalam buku ini tentang perbincangan tentang siapa yang punya hak  atau memiliki sebidang tanah. Kerajaan romawi sejak dahulu sudah mendeklarasikan ‘Cujus est Solum, Ejus est Usque Coelum” yang artinya “Barang siapa memiliki tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam dan juga ruang yang berada diatasnya tanpa batas” yang dapat kita simpulkan adalah apabila kita sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tinggal di sini maka kita punya hak untuk memilikinya. Tanggal 24 November 2015, Presiden Jokowi tanpa tedeng aling-aling mengutarakan dengan tegas dan secara langsung kepada Wakil PM Singapura, bahwa Indonesia akan mengambil alih FIR Singapura. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa wilayah kedaulatan NKRI mencakul tanah dan air serta segenap isi yang dikandungnya.

Dalam buku ini juga menjelaskan tentang aturan penyelenggaraan wilayah udara dalam Undang-Undang. Di dalam pasal 6 UU RI no. 1 tahun 2009; “Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara NKRI, pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan kemanaan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara”.

Kisah tahun 1991 diceritakan seorang penerbang TNI AU kepada Batam pos, awal maret 2012. Jenderal LB Moerdani “terapung-apung” di udara Natuna. PEsawat TNI AU yang mengangkut Menhan itu belum bisa mendarat di Pangkalan TNI AU Ranai, Natuna. Di Cockpit, sang pilot sedang beragumentasi dengan PLLU Singapura yang memegang kendali penerbangan di wilayah udara Natuna. Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim membenarkan LB Moerjadi, yang wafat tanggal 29 Agustus 2004, adalah salah satu tokoh yang ikut mendorong agar Indonesia mengambil Kembali ruang udara yang dikuasi Singapura. “Tahun 1992 Pak Beny Moerdani sudah suruh kita ambil alih”. Tutur Chappy

Kesimpulan dalam buku ini adalah pemerintah Indonesia berjuang untuk mengembalikan Indonesia agar bisa menguasai wilayah udara seutuhnya hal ini ditandai dengan pembelian/penguatan radar maritim/radar intai maupun radar militer beserta infrastruktur pendukungnya mampu menguasai dengan daya jangkauan 500 < km, dengan bantuan tersebut ATC merasa terbantukan dan mendapatkan support dari pemerintah melalui TNI untuk merebut kembali wilayah udara kita, sehingga “Sang Garuda” bisa mengembang lebih jauh di luar wilayahnya sendiri.

 

  • JUDUL             : MARTABAT IBU PERTIWI DI SELAT MALAKA
  • PENGARANG : MARSEKAL TNI (PURN) CHAPPY HAKIM
  • PENERBIT      : PENERBIT BUKU KOMPAS
  • RESUME          : LETDA PNB ARMAN PUTRA DINATA

Author

suryadarma@tni-au.mil.id

RESUME DARI SEGARA KE ANGKASA

Mon, 22 January 2024